LANDASAN TEORITIS PEMBERDAYAAN PKBM
Para ilmuwan sosial dalam memberikan pengertian pemberdayaan mempunyai rumusan yang berbeda-beda dalam berbagai konteks dan bidang kajian. Artinya belum ada definisi yang tegas mengenai konsep tersebut. Namun demikian, bila dilihat secara lebih luas, pemberdayaan sering disamakan dengan perolehan daya, kemampuan dan akses terhadap sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya, yang menjadi titik fokus dalam pemberdayaan adalah masyarakat.
Menurut Widjaja (2003: 169) pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat, sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri baik di bidang ekonomi, sosial, agama dan budaya.
Secara konseptual, pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan/keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan sering kali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah. Kekuasaan sesungguhnya tidak terbatas pada pengertian diatas.
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentang dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Beberapa ahli dibawah ini mengemukakan define pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan. (Suharto, 2010: 57-58)
Sasaran pemberdayaan masyarakat bukan hanya di bidang ekonomi, bidang politik, bidang lingkungan namun bidang pendidikan pun menjadi sasaran pemberdayaan masyarakat terutama masyrakat miskin, sehubungan dengan sasaran diatas Dinas Pendidikan memfalitasi dengan adanya pemberdayaan masyarakat berbasis program ( PKBM ) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang di jembatani oleh wadah ( PNFI ) Pendidikan Non Formal Informal yang berpusat pada kegiatan – kegiatan yang bersifat peningkatan kualitas individu maupun kelompok. Dinas Pendidikan menyediakan wadah dalam bidang Pendidikan Nonformal Informal guna untuk membantu dan memudahkan warga belajar untuk bisa mendapatkan pendidikan Nonformal, diruang lingkup PKBM tidak hanya warga belajar usia 9 tahun tetapi di PKBM ini warga belajar mulai dari anak usia sekolah sampai orang dewasa mengikuti kegiatan pembelajaran di PKBM.
Karena diadakanya lembaga PKBM ini guna untuk memudahkan warga masyarakat yang kurang mampu dalam mendapatkan pendidikan Formal, juga memudahkan masyarakat yang sudah tertinggal usia sekolah di umumnya. Kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh PNFI sangat mendukung akan keberdayaan warga belajara yang diadakan oleh lembaga PKBM karena itu pemberdayaan dalam bidang ini meningkatkan keterampilan dan kemahiran warga belajar sampai bisa menjadikan warga belajar itu mandiri dan bisa meningkatkan ekonomi dalam kehidupannya. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah tempat pembelajaran dalam bentuk berbagai macam keterampilan dengan memanfaatkan sarana, prasarana, dan segala potensi yang ada di sekitar lingkungan kehidupan masyarakat, agar masyarakat memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan dan memperbaiki taraf hidupnya.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat ini merupakan salah satu alternative yang dipilih dan dijadikan sebagai ajang proses pemberdayaan masyarakat. Hal ini selaras dengan adanya pemikiran bahwa dengan melembagakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, maka akan banyak potensi yang dimiliki oleh masyarakat yang selama ini belum dikembangkan secara maksimal. Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat diarahkan untuk dapat mengembangkan potensi-potensi tersebut
menjadi bermanfaat bagi kehidupannya.Agar mampumengembangkan potensi- potensi tersebut, maka diupayakan kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan di PKBM bervariasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pada tingkat kongkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian yang sesungguhnya.Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan sentesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu. Pusat kegiatan belajar masyarakat atau PKBM, merupakan sebuah lembaga pendidikan yang lahir dari pemikiran tentang kesadaran akan pentingnya kedudukan masyarakat dalam proses pembangunan pendidikan nonformal.
Oleh sebab itu berdirinya PKBM ditengah masyarakat diharapkan mampu menjadi tulang punggung bagi terjadinya proses pembangunan melalui pemberdayaan potensi-potensi yang ada dimasyarakat. Menurut Sihombing, bahwa PKBM merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang pemberdayaan masyarakat. Hal ini selaras dengan pemikiran bahwa dengan melambangkan PKBM, akan banyak potensi yang selama ini tidak tergali akan dapat digali, ditumbuhkan, dimanfaatkan, dan didayagunakan melalui pendekatan- pendekatan budaya yang persuasif.
PKBM sebagai salah satu mitra kerja pemerintahan dalam mencerdaskan kehidupan mayarakat melalui program-program pendidikan nonformal, diharapkan mampu menumbuhkan masyarakat belajar sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kemandirian, keberdayadidikan, an inovatif dalam mencari berbagai informasi baru dalam rangka meningkatkan kehidupannya. Sebagai sebuah pusat pembelajaran, PKBM dibangun atas dasar kebutuhan masyarakat dengan menitik beratkan pada swadaya, gotong royong dan partisipasi masyarakat itu sendiri.Terutama berkaitan dengan pentingnya peningkatan kemampuan, keterampilan dan kecerdasan anggota masyarakat.
Landasan Teoritis Pemberdayaan Dalam PKBM
Dalam landasan teoritis ini dijelaskan mengenai pengertian pemberdayaan. Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Kata “berdaya” apabila diberi awalan pe- dengan mendapat sisipan -m- dan akhiran -an menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan. Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari “empowerment” dalam bahasa inggris. Dalam konteks
pembangunan istilah pemberdayaan pada dasarnya bukanlah istilah baru melainkan sudah sering dilontarkan semenjak adanya kesadaran bahwa factor manusia memegang peran penting dalam pembangunan.
Pemberdayaan disebut sebagai tamkiinu al-dakwah yang memiliki makna kekuatan, kekuasaan, kepedulian dan kemauan yang keras. Arah pemberdayaan diharapkan tepat pada sasaran yang dimulai dari kemiskinan dan simbol-simbol ketidakberdayaan lainnya. Sasaran pemberdayaan dilihat dari segi penyandang masalah kesejahteraan sosial, yaitu: Kemiskinan, yaitu penduduk Indonesia yang termasuk kategori fakir miskin, Ketelantaran, yaitu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, yang melanda anak-anak, perempuan dan lanjut usia, gelandangan dan pengemis, Kecacatan baik cacat secara fisik ataupun cacat secara mental, Ketuna-sosialan, yaitu kondisi disharmonisasi dengan nilai susila dan social budaya yang umum berlaku di masyarakat, dan bencana, baik bencana alam maupun bencana social (Setiawan, 2012: 350-351).
Menurut Shardlow istilah pemberdayan membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka (Risyanti, 2006: 3).
Pemberdayaan ditujukan untuk meningkatkan kekuasaan (power) dari kelompok masyarakat yang kurang beruntung (disadvantaged). Berdasarkan pernyataan ini, pemberdayaan pada dasarnya menyangkut dua kata kunci, yaitu kekuasaan (power) dan kurang beruntung (disadvantaged) (Huda, 2009: 272-273).
Pertama, kekuasaan. Realitas yang terjadi di masyarakat, antara satu kelompok dan kelompok masyarakat yang lain sering terjadi kompetisi yang tidak menguntungkan. Kelompok masyarakat yang kaya cenderung mempunyai kekuasaan absolut dan elite politik yang tidak seimbang sehingga pemberdayaan harus mampu membuka dan mendorong akses yang terbuka agar tidak terjadi dominasi. Kedua, keberuntungan, lemahnya kekuatan yang dimiliki salah satu kelompok masyarakat menyebabkan mereka menjadi kurang beruntung. Dengan demikian, pemberdayaan diharapkan mampu menngani masyrakat yang kurang beruntung akibat dari faktor struktural, kultural, dan personal.
Melakukan pemberdayaan tentunya ada suatu keterampilan yang masyarakat lakukan. Kata keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan.Arti secara umum, keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan lain-lain.
Secara khusus keterampilan dalam belajar adalah suatu cara yang dipakai untuk mendapat, mempertahankan, dan mengungkapkan pengetahuan serta merupakan cara untuk menyelesaikan masalah. Keterampilan menurut para ahli, yang Pertama, menurut Gordon (1994: 55), keterampilan adalah kemampuan untuk mengoperasikan pekerjaan secara mudah dan cermat. Kedua, menurut Nadler (1986: 73), keterampilan adalah kegiatan yang memerlukan praktek atau dapat diartikan sebagai implikasi dari keterampilan. Ketiga, menurut Dunnette (1976: 33), keterampilan adalah kapasitas yang dibutuhkan untuk memelaksanakan beberapa tugas yang merupakan pengembangan dari hasil training dan pengalaman yang didapat.
Menurut Robbins (2000: 494-495) pada dasarnya keterampilan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu : Pertama, basic literacy skill (keahlian dasar) merupakan keahlian seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh kebanyakan orang. Seperti membaca, menulis dan mendengar. Kedua, technical skill (keahlian teknik) merupakan keahlian seseorang dalam pengembangan teknik yang dimiliki. Seperti menghitung secara tepat, mengoperasikan computer. Ketiga,interpersonal skill (keahlian interpersonal) merupakan kemampuan seseorang secara efektif untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja. Seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja dalam satu tim. Keempat, problem solving (pemecahan masalah) merupakan proses aktivitas untuk menjalankan logika, berargumentasi dan penyelesian masalah serta kemampuan untuk mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan menganalisa serta memilih penyelesaian yang baik. Jenis keterampilan meliputi keterampilan personal dengan dilakukannya studi dan kebiasaan kerja: misalnya keterampilan menentukan lokasi kerja, mengumpulkan data, menggunakan reference material, membuat kesimpulan dll.
Dengan latihan yang benar, siswa diberi peluang untuk memiliki percakapan belajar mandiri dan bekerja mandiri., Keterampilan bekerja dalam kelompok: berkenaan dengan kemampuan seseorang didalam kelompok, seperti Menyusun rencana, memimpin diskusi, menilai pekerjaan secara bersama-sama.
Keterampilan belajar (continuing learning skills). Keterampilan ini memungkinkan seseorang terampil belajar sepanjang hayat. Untuk tingkat pendidikan dasar sasarannya adalah baru dalam tahapan mengembangkan segenap potensi dirinya dikemudian hari, siswa memiliki semangat, kemampuan dan kepercayaan diri yang sehat.
Kemudian keterampilan sosial meliputi kehidupan dan kerja sama, belajar memberi dan menerima tanggung jawab, menghormati hak-hak orang lain, membina kesadaran sosial. Dengan demikian, keterampilan ini maka siswa mampu berkomunikasi dengan sesama manusia, lingkungannya dimasyarakat secara baik.
Latihan dan pembinaan yang tampak dalam proses belajar mengajar antara lain mampu melaksanakan dengan baik: diskusi dengan teman, bertanya kepada Pemberdayaan Masyarakat Melalui PKBM untuk Meningkatkan Keterampilan Masyarakat Miskin siapapun, menjawab pertanyaan orang lain, menjelaskan kepada orang lain, membuat laporan, dan memerankan sesuatu, dll (Belen dkk, 1990: 348).
Keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Siswa dengan keterampilan sosial akan mampu
mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain (Gimpel & Merrell, 1998).
Keterampilan sosial membawa siswa untuk lebih berani berbicara, mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi dan sekaligus menemukan penyelesaian yang adaptif, sehingga mereka tidak mencari pelarian ke hal-hal lain yang justru dapat merugikan diri sendiri adalah memiliki keterampilan sosial (social skill) untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari.
Keterampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, serta lain sebagainya. Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai oleh anak pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang anak tersebut mampu mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan social merupakan kemampuan seseorang untuk berani berbicara, mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi sekaligus menemukan penyelesaian yang adaptif, memiliki tanggung jawab yang cukup tinggi dalam segala hal, penuh pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pengaruhpengaruh negatif dari lingkungan.
Dalam keterampilan yang dihasilkan oleh manusia tentunya ada pelatihan yang menjadi pendorongnya. Pelatihan adalah proses yang didesain untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, ataupun meningkatkan kinerja pegawai. Dengan tujuan untuk mengurangi dan menghilangkan kinerja yag buruk, meningkatkan produktivitas, membentuk sikap, loyalitas, da kerja sama yag lebih menguntungkan, memenuhi kebutuhan perencanaan sumberdaya manusia, mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja, dan membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka. Tahapan pelatihan dalam SDM meliputi: Pertama, penentuan kebutuhan pelatihan SDM dengan tujuan penentuan kebutuhan pelatihan SDM ini adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan guna mengetahui data atau menentukan apakah perlu tidaknya dilakukan pelatihan SDM dalam organisasi tersebut. Kedua, mendesain program pelatihan SDM melalui metode pelatihan SDM tergantung pada tujuan yang hendak dicapai identifikasi mengenai apa yang diinginkan agar para pekerja harus mengetahui dan harus melakukan. Ketiga, evaluasi efektifitas program pelatihan SDM. Dengan pelatihan SDM harus merupakan suatu solusi yang tepat bagi permasahan organisasi, yaitu bahwa pelatihan SDM dimaksudkan untuk memperbaiki kekurangan dari keterampilan setiap pekerja.
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menguji apakah pelatihan SDM tersebut efektif di dalam mencapai sasaran-sasarannya yang telah ditetapkan. Teknik pelatihan yang dilakukan melalui metode praktis (on job training) metode Pelatihan yang langsung ditangani oleh supervisi/pimpinan perusahaan. Dan metode simulasi dengan metode ini dilakukannya latihan representasi tiruan (artificial). Suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya. contoh metode simulasi : metode studi kasus, permainan rotasi jabatan, permainan bisnis, dan lain-lain.
Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup, dimana sebagian besar interaksi adalah individu - individu yang berada dalam kelompok tersebut. Miskin atau kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaandimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Pada dasarnya kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kartasasmita (1997:10) mengungkapkan bahwaseseorang dikatakan miskin absolut apabila tidak mampu membiayai kebutuhanyang paling minimal untuk dapat hidup sesuai dengan martabat kemanusiaan.Kemiskinan relatif adalah perbandingan antara kelompok pendapatanmasyarakat, yaitu antara kelompok yang miskin dan kelompok yang tidak miskin,karena mempunyai tingkat pendapatan yang relatif tinggi daripada gariskemiskinan dan merupakan kelompok masyarakat yang relatif lebih maju.
Menurut Kartasasmita (1997: 14-15), penyebab kemiskinan ada empat hal sebagai berikut: Pertama, rendahnya taraf pendidikan, taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan pekerjaan yang dapat dimasuki. Kedua, rendahnya derajat kesehatan, taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa. Terjaminnya kesehatan seseorang akan membuat dirinya rajin bekerjasehingga pendapatannya dapat meningkat dan kesejahteraannya juga meningkat. Ketiga, terbatasnya lapangan pekerjaan, keadaan kemiskinan karena kondisipendidikan dan kesehatan diperparah oleh terbatasnya lapangan pekerjaan.Selama ada lapangan pekerjaan atau kegiatan, selama itu pula ada harapanuntuk memutuskan lingkaran kemiskinan itu.
Kondisi keterisoliran, banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehinggasulit atau tidakdapat terjangkau oleh pelayananpendidikan, kesehatan dangerak kemajuan yang dinikmati oleh masyarakat lainnya. Ketidakaktifan keluarga dalam kegiatan pemberdayaan, terutama terjadi setiap tahun disebabkan karena keluarga tidak dapat melaksanakan manajemen keuangan keluarga dengan baik. Lubis (2006) menyatakan bahwa kesalahan mengelola sumber daya merupakan salah satu penyebab keluarga menjadi miskin, dan sebaliknya,pengelolaan sumber daya yang baik dapat mengangkat keluarga menjadi tidak miskin karena keluarga lebih tahan dalam menjalani kehidupannya di masa krisis. Maka, dalam hal ini mencapai keberdayaan keluarga miskin akan mewujudkan kesejahteraan hidup.
Kesejahteraan menurut Midgley dalam Adi, 2002: 121-122) adalah kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi sosial dan bukan sekedar kegiatan amal ataupun bantuan sosial yang diberikan pemerintah. Sebagai suatu kondisi (keadaan), kesejahteraan sosial dapat dilihat dari tiga unsur utamanya, yaitu: tingkatan (derajat sampai di mana permasalahan sosial yang ada di masyarakat dapat dikelola, sampai seberapa banyak kebutuhan masyarakat dapat dipenuhidan, sampai seberapa besar kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat diperluas pada berbagai lapisan masyarakat
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PKBM untuk Meningkatkan Keterampilan Masyarakat Miskin Tamkin: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Vol. 5 No. 4 (2020) 475-496 479
DAFTAR PUSTAKA
Hempri, S. D. (2003). Pengembangan Masyarakat dari Pembangunan sampai Pemberdayaan. Yogyakarta: Aditya Media.
Huda, M. (2009). Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jamaludin, A. N. (2015). Sosiologi Pedesaan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Lubis Z. 2006. Penanggulangan Kemiskinan, diakses 22 November 2017, dari
www.waspada.co.id
Roesmidi, R. R. (2006). Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang: Alqaprint Jatinangor.
Setiawan, I. A. (2012) Dakwah Berbasis Pemberdayaan Ekonomi dan Peningkatan
Kesejahteraan Mad’u. Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies, 6
(2), 347-262
Suharto, E. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan RakyatKajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT Reflika
Aditama.
Suharto, E. (2010). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat.Bandung: Refika
Aditama.
Teguh, A. (2004). Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.Yogyakarta: Gava Media
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
FUNGSI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Pendidikan luar sekolah sebagai komplemen adalah pendidikan yang materinya melengkapi apa yang diperoleh di bangu sekolah. Ada beberapa alasan sehingga materi pendidikan persekolahan ha
AZAS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
ASAS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH Pendidikan merupakan suatu proses untuk mengintegrasikan individu yang sedang mengalami pertumbuhan ke dalam kolektivitas masyarakat. Dalam kegiatan pendid
REGULASI TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 13 ayat (1) dikemukakan bahwa: “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan in
TUJUAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Tujuan dan Fungsi Pendidikan Luar Sekolah,Menurut Marzuki (2010), tujuan pendidikan luar sekolah adalah supaya individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan alamnya dapat seca
CIRI-CIRI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Pendidikan luar sekolah lebih kepada praktisi agar warga belajar mampu menerapkan dalam pekerjaannya, tidak memandang usia, tidak di bagi atas jenjang, waktu penyampaian yang singkat ka
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan di luar sistem formal, tidak terikat jenjang dan struktur persekolahan dengan memberikan layanan kepada sasaran di
SATUAN DAN PROGRAM PLS
Kemajuan bidang PLS di Indonesia salah satunya ditandai oleh tercantumnya satuan dan program PLS di dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003. Di pasal 26 ayat 4 undang-undang tersebut disebu
TIPE PLS
Boyle (1981) membedakan program PLS dari segi perencanaannya kedalam tiga tipe, yaitu (a) developmental, (b) institutional, dan (c) informational. Program devel
WARGA BELAJAR DI PLS
Untuk menjadi peserta didik PLS pada dasarnya tidak ada persyaratan yang ketat. Siapa pun yang sadar bahwa dirinya butuh belajar tentang sesuatu hal agar dapat melaksanakan tugasny
PRINSIP PLS
Prinsip dasar pertama kegiatan PLS adalah Lifelong Learning (belajar sepanjang hayat). Prinsip ini sebetulnya merupakan pokok pikiran yang sesuai dengan hakikat, realitas, dan